LBM Mesir Periode 2014-2016



Assalamualaikum Wr. Wb.


Bismillah, alhamdulillah...


Sebenarnya tadi sudah banyak diceritakan oleh Mas Hafid dan Mas Azuma tentang perkembangan LBM. Sekarang saya ingin bercerita tentang perkembangan sebelumnya lagi. Yang harus diluruskan sebenarnya “Saya menjadi ketua itu masih muda”. Itu yang perlu diluruskan. Nah, dulu saya jadi ketua mulai dari 2014-2016, sebelumnya masa Mas Amrullah kemudian Mas Nova. Di sini menarik ketika di masa saya hadir sebuah karya yang dinamakan gerbong 2. Itu kelanjutan dari gerbong 1. Jadi kalau penasaran beli 2 nya. Filenya masih ada tapi nggak disebarkan.


Nah, disini sebenarnya lahirnya dua gerbong ini menarik karena gerbong pertama sebenarnya tidak lahir dari satu periode. Jadi kalau Mas Azuma bilang gerbong tergelincir jangan putus asa. Karena sebelumnya karya-karya itu tidak sepenuhnya dari periode Mas Nova. Sebegitu juga Gerbong ke-2, sebenarnya itu dari Mas Amrullah kemudian saya teruskan. Disempurnakan menjadi Gerbong ke-2. Kemudian ada wacana lagi gerbong yang ke-3 dan seterusnya. Jadi LBM itu enak, mau mempunyai karya tinggal melanjutkan saja. Gerbong-gerbongnya dilanjutkan.


Jadi, ceritanya seperti itu. Mas Nova punya inisiatif mengumpulkan makalah-makalah orang-orang LBM terdahulu. Jadi dulu ada kajian LBM kemudian makalahnya tercecer di mana-mana. Oleh Mas Nova, itu dikumpulkan dijadikan karya. Lahirlah Gerbong pertama.


Apa isi Gerbong pertama? Untuk mengenalkan sebenarnya tokoh. Jadi mengenalkan tokoh-tokoh yang banyak berpengaruh dalam kajian Usul Fikih. Mulai dari zaman Imam Syafii sampai As-Syathibi. Itu yang dibahas di Gerbong pertama.


Itu sebenarnya tulisan dari periode-periode sebelumnya. Kemudian disatukan diperiode Mas Nova. Setalah itu baru ada gerbong ke dua. Jadi Mas Amrullah mempunyai terusan dari gerbong ini. Harus mengkaji tentang tokoh maqosid. Mulai dari Ibnu Asyur sampai Qordlowi dan seterusnya. Itu dikaji semua digerbong ke dua namun tidak selesai. Diteruskan di masa saya.


Di masa saya itu agak sulit. Saya harus memikirkan proyek sebelumnya. Kemudian harus memikirkan proyek baru. Itu kan seolah idealis sekali. Dua proyek harus selesai satu periode. Akan tetapi hasilnya apa? Hasilnya yang bisa diselesaikan hanya Gerbong ke dua itu. Itu di masa saya bisa diselesaikan kemudian akan tetapi imbasnya pada periode saya. Periode saya tidak punya karya secara mandiri. Tak ada tanda kalau saya pernah menjabat.


Namun di masa saya pernah menggagas sebuah ini. Kelanjutan Gerbong. Kalau memang dulu Gerbong-gerbong itu hanya membahas tentang tokoh, saya ingin Gerbong itu membahas keluar gerbong lah. Artinya maqosid itu, sudah tidak jadi pemikiran tentang tokoh. Tokoh ini pemikirannya seperti ini.


Saya mau bahwa maqosid itu dijadikan sebuah jawaban bagi fikih-fikih yang ada. Makanya ada istilahnya bagaimana mereleasisikan maqasid itu sendiri. Jadi, temanya dulu itu ada maqasid dengan humanisme, maqasid dengan politik Islam dan seterusnya. Itu tema-tema yang dibahas di periode saya. Jadi atau tidaknya nanti dibelakang lah.


Kemudian yang bikin berat sebenarnya adalah dulu itu masa saya sebenarnya ada divisi banyak. Empat. Empat itu adalah warisan semua. Jadi sebenarnya saya itu adalah anggota LBM yang menerima warisan yang sangat banyak. Namun tidak mewariskan. Hanya menerima warisan saja.


 Namun yang paling berkesan adalah, jadi saya mulai dari dua ribu berapa... jadi paling sering saya banyak di kajian intensif. Jadi Kajian Intensif itu adalah kajian yang menampung orang-orang yang ingin masuk LBM. Sebelum ia masuk ke Reguler, ia harus masuk di Kajian Intensif.


Ada Kajian Intensif namun di sini tujuan dari intensif itu kan menggodok teman-teman. Fokusnya di mana, mengkaji satu pemikran atau satu kitab membahas tentang itu. Dulu ada usul fikih punya Abdul Wahab Kholaf. Itu dikaji berapa tahun itu. Sebelum-sebelumnya sudah banyak. Sebelumnya mengkaji Abdul Wahab Khalaf, kemudan 2018 atau 2017 kemudian saya rubah menjadi usul fikihnya Abu Zahra. Bukan karena kitabnya lebih bagus. Nggak. Karena bosan saja mentorin kitab itu terus. Jadi ingin berubah.


Nah kendalanya dimana? Ketika masuk dalam intensif, teman-teman itu merasa bahwa pencapaian saya apa sih? Soalnya lama. Dulu kalau nggak salah intensif diberi batas dua tahun. Ini seolah-olah masuk Rumah Syariah. Jadi begitu. Jadi lama itu. Tahapannya kalau mau ikut reguler intensif dua tahun. Nah itu teman-teman mulai bosan.


Kemudaian ada wacana memangkas itu menjadi satu tahun. Di kelas intensif dicukupkan hanya satu tahun. Namun sebenarnya boleh saja. Sebenarnya walapun ada kelas intensif kita welcome mereka datang di Kelas Reguler. Karena dulu masa-masa awal markaz, jadi teman-teman banyak sibuk. Jadi kalau ditelpon ada kajian hari ini, masih ada markaz, masih ada tugas dari markaz lughah. Jadi sibuk untuk diajak kajian.


Karena dulu teman-teman intensif banyaknya dari yang baru. Banyak yang memang begitu seleksi alam begitu. Jadi ketika membuka pendaftaran, banyak yang masuk. Habis itu dapat setahun itu masa saya masih banyak sebenarnya. Itu nggak tahu habisnya karena pulang, karena nikah atau... namun yang saya ingin tekankan di sini sebenarnya bukan masalah banyak orangnya ya. Jadi kalau umpama kajian punya seratus anggota itu malah lucu sebenarnya. Kajian punya seratus anggota namun yang komentar berapa orang. Yang baca berapa orang. Jadi sebenarnya "Ini istilahnya falsafatulkaif, bukan falsafatukam". Jadi kita lihatnya itu dari apa. Dari kualitas. Bukan kuantitas. Jadi berapapun orangnya kalua semuanya serius. Jadi keseriusannya itu sebenarnya yang menjadi pokok. Jadi keberhasilan kita ingin menghidupkan LBM ya harus serius. Itu falsafahnya seperti itu.


Nah itu juga yang membuat saya tertarik untuk masuk, sebenarnya. Jadi, dulu, sebenarnya ketika awal kali rekrut itu saya nggak masuk. Kemudian baru tahun ke dua saya masuk. Karena saya menilai begini: “Kalau memang hari-hari saya diisi dengan apa? Dengan tidur dan makan. Hari saya ini dihitungnya berapa? Satu hari saja berarti. Karena rutinitasnya hanya begitu saja. Makan tidur, makan kemudian tidur lagi”.


Karena melihat hal seperti ini, oh berarti saya di Mesir ini jangan hidup satu sari. Ibnu Sina bilang begitu kalau orang rutintitasnya hanya begitu, besoknya sama, besoknya sama berarti orang itu hidupnya hanya satu hari. Kerna rutintitasnya sama. Akan tetapi disini Ibnu Sina, ya sudah rubah saja itu. mengubah dengan apa? Memikirkan satu hal yang positif. Saya temukan hal-hal positif itu dimana? Di LBM. Benar, saya ketemu dengan Mas Nora, dengan Mas Nora itu lebih hidup lagi karena saya diajak untuk berpikir. Diajak untuk membaca. Karena kalau saya datang kajian tanpa membaca, seperti kambing congek. Hanya menonton teman-teman berkomentar dan seterusnya. Saya tidak punya apa. Tidak punya bahan. Jadi itu.


Selain juga ada faktor lingkungan. Nah itu, kalau kita ingin wangi ya berteman dengan penjual... Molto. Kalau ingin kenyang ya berteman dengan penjual roti dan seterusnya. Makanya kalau ingin menjadi kader LBM seperti Mas Azuma. Saya harus masuk kesana. Soalnya yang didiskusikan tidak hanya wanita. Kalau saya masuk ke sana maka diskusianya berbeda. Ketika teman saya hanya orang-orang politik, maka diskusinya hanya politik. Kalau kata teman saya, politik hanya hura-hura. Karena bidang saya di Syariah, kalau saya ingin tahu tentang Syariah, bagaimana tokoh-tokohnya. Mengejar ketertinggalan sebenarnya. Jadi yang lebih penting mengejar ketinggalan. Kita di pondok pesantren tidak pernah di ajarkan tentang Maqasid Syariah. Oh ternyata ada Maqasid Syariah. Dulu nggak ada kurikulum Maqasid Syariah. Hanya Fathul Qarib, Fathul Muin dan seterusnya. Ternyata ada Maqasid Syariah.


Dan itu manfaat sekali ketika saya tasjil di S2, ternyata yang dikaji di LBM itu madah-nya orang-orang S2 ternyata. Jadi mulai dari tokoh-tokoh yang dibahas. Mulai dari Ibnu Asyur, Alal Fasyi, dan seterusnya itu ternyata itu di S2 membahas hal itu. Nah itu. Itu pentingnya begitu.


Nah ini baru divisi intensif, masih ada 3 lagi. Satunya lagi ada kelas Usul Fikih. Biasanya usul fikih ini adalah kelas di mana kita diajarkan untuk berani terbuka. Dulu saya mengira. Ini kiraan saya dulu itu bahwa ketika seorang fukaha memberikan satu pendapat itu tidak boleh dibantah. Itu dulu. Ketika fukaha memberikan satu pendapat kita harus mengimani itu. Memanggap itu adalah semacam iktikad. Jadi saya tidak bisa membedakan mana ro’yun mana iktiqad. Ini haram, yang melanggar ini melanggar hukum Allah. Jadi orang ini tidak bisa membedakan mana syariah mana akidah. Setelah saya masuk LBM, ternyata banyak variasinya yang saya tahu hukum itu haram ternyata menjadi ‘remang-remang’. Kenapa bisa ‘remang-remang’? Jadi di LBM itu banyak pertimbangan. Jadi kalau dulu pertimbangannya fukaha sudah membahas ini fukaha sudah bilang haram, ya sudah. Ternyata di sini masih 'remang-remang’, kenapa? Karena banyak pertimbangan.


Satu contoh saya pernah membaca begini jadi kalau membaca tentang haqullah jadi kalau dulu muamalah dengan orang Yahudi itukan boleh. Kalau kita pahami secara konteksutal ini kalau muamalah dengan orang Yahudi menjual tanah dengan orang Yahudi itu boleh. Ternya saya baca dalam fatwanya Syekh Hasananin Makhuluf orang yang menjual tanahnya kepada orang Yahudi itu tidak boleh. Nah kok bisa? Nah ini rahasianya ikut LBM, di LBM ada istilahnya aktual metodologi. Jadi sebenarnya sebuah fikih, sebuah fatwa itu harus disesuaikan dengan konteksnya, dengan wāqi'-nya. Jadi istilahnya fiqhul wāqi'. Kalau orang biasa baca, biasanya yang idro’ orang pemikirkan seperti itu. Ada orang baca fatwa dari Hasananin Makhluf. Hasanain Makhluf mengatakan bahwa orang muslim tidak boleh menjual tanahnya kepada orang Yahudi. Oh ternyata orang pemikir mengatakan “terlalu, ini”. Orang Islam terlalu radikal. Namun ketika dikaji lagi ternyata motiv dari Syekh Hasanain Makhluf mengatakan itu haram karena di sana di dalam Yahudi ada istilahnya tujuan jangka panjang. Jadi yang dijual itu bukan tanah Indonesia, tapi tanah Palestina. Jadi di Palestina itu orang Yahudi berbondong-bondong membeli tanah dari orang muslim. Jadi Syekh Hasanain melarang itu sehingga tidak menjadi milik orang Yahudi semuanya. Karena kalau semuanya dijual maka habis. Itu kejadian wāqi'-nya seperti itu. Jadi, “Kalau fikih mau dibaca, baca dengan wāqi’-nya”.


Kemudian masih tentang Divisi Usul Fikih. Divisi Usul Fikih memang mengkaji tentang metodologi metodologi usul fikih itu sendiri. Usul fikih kan metodologi fikih. Kita membahas hal itu biasanya banyak timbul karya dari situ. Dari divisi usul fikih. Gerbong-gerbong tadi timbulnya dimana. Ya dari kelas itu, divisi usul fikih. Namun naasnya, ketika saya di sana untuk memperjuangkan apa yang ingin saya wariskan kepada Mas Azuma. Ternyata di tengah jalan sudah berhenti karena banyak faktor tadi.


Di antara faktornya adalah, ini yang harus diingat kedepannya, ketika ingin membahas satu tema yang dijadikan proyek itu harus benar-benar matang. Kalau tidak matang maka akan tidak sampai Darrasah, gerbongnya tergelincir nanti. Karena dia tidak mulai membangun relnya. Jadi itu istilahnya khuthathul bahts-nya. Kalau kita sudah bangun itu, maka meskipun gerbongnya itu jalan maka tidak akan tergelincir, terus jalan meskipun lambat. Jadi khuthothul bahts atau abstraksinya, abstraksi dari grand temanya itu harus jelas. Karena kendalanya itu disitu... ketikan ingin membahas Maqasid Syariah dengan humanisme, teman-teman tidak diberikan... memang sebenarnya dituntut untuk mandiri akan tetapi setidaknya diberikan rujukan yang secara komplit. Karena kadang-kadang teman-teman bingung ini mau rujuk kemana? Saya mau bahas ini rujukannya apa? Dulu teman-teman bisa berhasil ternyata, saya tahu belakangan, ternyata itu ada file isinya tentang kitab-kitab maqasid. Oh ini rahasianya. Kenapa tidak disebarluaskan?


Jadi kalau bisa bukan hanya temanya saja, kamu ambil tema ini, tidak. Harus dibantu, kamu mengambil tema ini dalam tema akan membahas hal-hal ini. Kalau dibantu seperti itu maka makin jelas. Itu kendala saya di Divisi Usul Fikih. Akhirnya lahir Gerbong 2, tidak ada Gerbong 3. Jadi jangan salahkan saya tidak ada Gerbong 3 itu kenapa.


Kemudian ada divisi lagi. Divisi Ekonomi. Dulu Masisir sangat tertarik dengan kajian-kajian ekonomi. Karena dulu ada istilahnya PAKEIS. Sekarang masih ada kayaknya. Jadi itu memang khusus membahas tentang ekonomi. LBM yang kerjaannya ngulik-ngulik kitab fikih tentu ada fikih muamalah. Orang-orang LBM yang memang kecenderungannya di situ, kita tarik masuk ke Divisi Ekonomi. Biasanya Divisi Ekonomi ini banyak diisi oleh banat. Nggak tahu kenapa. Karena minatnya di situ. Kadang diajak di LBM aktual, LBM Kubro itu gak masuk. Minatnya di mana? Di Divisi Ekonomi. Dulu sebenarnya diperiode saya, kita punya proyek juga di Divisi Ekonomi ingin membuat satu buku semacam silabus, nanti untuk teman-teman yang ingin mempelajari ekonomi syariah. Jadi kita sudah membahas tentang temanya, makalah-makalahnya sudah ditulis. Namun ada beberapa makalah yang terkendala juga. Jadi tidak jadi ditulis. Karena ada yang nikah, kemudian ada yang pulang dan seterusnya. Tragis sekali.


Sebenarnya masih namun di sini, Divinisi Ekonomi ingin mencetak satu buku itu saja yang mana buku ini menjadi rujukan nanti. Seperti madkhol istilahnya, madkhol fi iqtishad al islami. Yang menjadi referensinya adalah punyanya Syauqi Alfanjari. Kita membahas tentang uang dan seterusnya.


Ini Didivisi Ekonomi, karyanya ada atau tidak? Ada. Kalau masalah adanya, ada. Namun tidak dicetak dan tidak selesai juga. Jadi sebenarnya itu tinggal 2 atau 3 makalah lagi sudah selesai. Makanya saya bilang dari awal sebenarnya ini bukan suatu kendala nanti diteruskan kemudian disempurnakan menjadi buku di karya LBM. Kalau mau filenya nanti.


Sebenarnya ini banyak potensi-potensi karena sekarang orang-orang itu banyak minatnya ke iqtisod islami itu banyak. Karena nanti di Indonesia yang syariah ngambilnya ke situ, ngambil ekonomi syariah. Jadi belajar madkhol ekonominya di sini. Kemudian baru ngambil syariahnya di Indonesia langsung jalan.


Divisi yang terakhir adalah Divisi BM. Namanya LBM ada Divisi BM-nya juga. Aktual metodologi jadi istilahnya ada aktual metodologi. Ini divisi yang sering banyak dilakukan di Indonesia. Bahtsul masail seperti biasa. Akan tetapi kita memang mengharapkan suatu metode yang baru. Jadi tidak hanya menukil qaul-qaul ulama. Akan tetapi juga mencari faktor kenapa ia bisa berpendapat seperti itu. Itu kita tidak bisa temukan kecuali belajar dengan siapa? Dengan lembaga tertua tadi. Darul Ifta. Kita mau belajar itu sebenarnya di periode saya itu ada program seperti itu. Bagaimana membuat seminar. Istilahnya seminar bagaimana berfatwa. Pelatihan fatwa. Ada wacana seperti itu, namun terkendala.


Itu dari LBM aktual metodologi. Kemudian juga saya pernah ingin memberikan... BM aktual metodologi biasanya hadirnya di ujung-ujung tahun Konfercab dan sebelum Konfercab. Biasanya kan ada dua periode. Satu tahun kemudian dua tahun terakhir. Jadi hanya dua kali. Makanya ada istilahnya ada Kubro dan Sughro. Sughro itu yang kecil-kecilan yang hanya mengundang beberapa almamater kemudain ditaruh di sekre dan seterusnya. Sempat berjalan satu kali. LBM Sugro itu sempat berjalan satu kali. Kalau tidak salah temanya itu sangat menarik. Hukum bekerja di Mesir dengan visa pelajar. Jadi membahas hal itu sehingga Masisir itu tahu ada Bahtsul Masail yang membahas tentang... Itu kegunaan aktual metodologi. Kalau kita banyakkan seperti itu maka kita tidak kaget nanti kalau di Indonesia ada yang tanya ini. Biasanya kan orang Indonesia .... meskipun sebenarnya dia keluaran pesantren. Saya banyak teman-teman keluaran pesantren. Di pesantren dia memang bisa baca kitab. akan tetapi nggak tahu ketika keluar pesantren seolah-olah dia tidak mau pegang kitab lagi. Jadi apapun pertanyaannya ditanyakan. Yang lagi viral ditanyakan lagi. Ini bagaimana dulu sama-sama sekolah. Kok males begitu?


Makanya tadi itu benar kalau dikatakan bahwa kalau LBM itu sebuah kajian yang membumi karena memang apa yang didapatkan di LBM kita bisa terapkan di masyarakant. Karena itu yang akan ditanyakan masyarakat. Tadi seperti saya tadi cerita-cerita tentang proyeknya siapa itu. Mas Hafiz punya proyek apa. Fikih-fikih kontemporer. Nah itukan bagus kalau memang dicetak. Makanya tadi saya tawarkan kalau memang seperti itu kan enak. Jadi ambilnya kalau memang ingin laku bukunya itu ambil fikih kontemporer yang dibahas di muqorror Al-Azhar. Itu pasti laku besar. Karena apa? Karena teman-teman yang masuk syariah tidak ngeh. Tentang qodoya fikih muashiroh yang ada di syariah. Itu saya sering dimintai ini qodoya fikih muashiroh tentang muamalah dan seterusnya. Dan itu rumit. Kalau itu memang mau disempurnakan.... Kelebihan buku ini membahas tentang qodoya fikih muasirah yang ada di muqarar tingkat satu sampai tingkat empat. Laku keras. Langsung dibeli,insya Allah.


Jadi sebenarnya begini saya ingin sampaikan bahwa orang-orang LBM harus tampil di media-media. Dulu periodenya Mas Hafiz itu saya pernah lihat ada video-video pendek menjelaskan tetntang Islam kemudian menjelaskan tentang huriah dan seterusnya. Itu bisa kita lakukan lagi. Itu bisa jadi program kita ke depan. Atau dibuat semacam foto slide. Ini dulu ada teman yang membuat foto slide. Pendapat fikh tentang ini. Foto pertama ada empat pendapat. Di Instagram itu, itu sangat simpel akan tetapi kalau dibahasakan dengan bahasa Arab, orang Indonesia tidak mau membaca. Makanya gunanya disini apa? Membahasakan fatwa-fatwa yang ada di Mesir dibahasakan dengan bahasa kita. Supaya dibaca oleh orang-orang Indo. Oh ternyata banyak variasinya fikih itu.


Sudah ini ada 4 divisi warisan yang gagal. Karena di periode setelahnya itu dipangkas semua. Dipangkas menjadi Divisi Lbm. LBM, satu. Jadi dia ingin mempersatukan semuanya. Kembali ke khithoh. Sebenarnya visioner juga ini. Kembali ke khithoh. Jadi kalau memang benar-benar serius. Sebenarnya kan kadang orang itu berjalan kemudian balik lagi itukan karena tadi sebenarnya melihat bahwa visi misinya tak ada. Sebenarnya bukan tak ada, akan tetapi ada namun kurang pas saja. Kadang orang itu ada yang masuk LBM namun dia tak tahu ini LBM apa? Musykilah-nya di situ, dia masuk LBM tapi tidak tahu LBM. Jadi sehingga dia hadir semacam.... Saya tidak mau seperti itu karena ketidaktahuan visi dan misi nya. Kita harus punya visi dan misi. Dulu saya masuk ada visinya saya harus belajar fikih dengan serius dan seterusnya. Karena saya di syariah. Atau yang di Usuluddin sama. Meskipun saya Usuluddin, saya di masyarakat akan ditanya hal-hal fikih. Atau ada motivasi  biasanya dari pondok-pondok salaf. Motivasinya ingin bisa menulis. Ditempanya dimana? Di LBM. Supaya tulisan kita dikritik oleh Mas Azuma dan lainnya.


Karena kadang kan karya itu lahir dari kajian-kajian seperti ini. Sudah kalian tahu kalau Imam Ibnu Hajar itu menulis Fathul Bari-nya itu memang dari kajian. Jadi Imam Ibnu Hajar al Asqalani menulis Fathul Bari-nya dnegan cara kajian. Dia ketikia ingin memasukkan satu pendapat itu dikaji dulu. Sehingga kitabnya itu lebih muktamad dari pada Syarah Bukhari Umdatul Qari Imam Badruddin al Aini. Karena dikaji dari beberapa ulama. Dikaji kemudian diberi kesimpulan dan seterusnya. Itulah faidah kajian.


Apa yang kita tulis apa yang kita wacanakan itu bisa dikoreksi oleh teman yang lain tentunya yang membaca sebelum datang kajian. Jadi bisa dikoreksi seperti itu. Jadi banyak-banyak ide-ide kita. Oh ternyata tidak segampang itu, ada ide lain. Kemudian dimasukkan dalam tulisaanya. Sehingga tulisan kita bisa begitu matang. Nah itulah mungkin tidak banyak-banyak lah. Hanya itu saja. Sekian dari saya terimakasih.

Wassalamualaikum wr. Wb.



Mas Qoimuddin Said, Lc., Dipl.

Koordinator LBM 2014-2016


Sumber: Rekaman kegiatan Bincang Santai, Silaturahim Lintas Generasi LBM Mesir pada hari Kamis, 25 Maret 2021.

Write a comment