Hukum Asal antara Asy-Syarth dan al-Jazā`
Hukum asal antara asy-syarth dan al-jazā` adalah al-jazā` bergantung pada asy-syarth. Dengan pengertian bahwa jika asy-syarth ada, maka berhak atas adanya al-jazā`.
Contoh: in zurtanī aḥsantu ilaika (jika kamu mengunjungiku, maka aku berlaku baik padamu). Artinya, kamu berhak mendapatkan perlakuan baik dariku hanya dengan berkunjung.
Kaidah ini cukup bermasalah jika dihadapkan pada beberapa ayat Alquran, semisal ayat: in tu’adzdzibhum fa innahum ‘ibāduk [al-Ma`idah: 118] (jika Engkau menyiksa mereka (orang-orang Nasrani), maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu), sebab mereka tetap hamba Allah, baik diazab ataupun dirahmati.
Solusi hemat untuk mengatasi masalah ini antara lain: fa innahum ‘ibāduk bukan merupakan jawab atau al-jazā`. Jawab atau al-jazā tidak disebutkan dalam susunan kalam, yakni: fa tahakkam fī man yahiqqu laka at-taḥakkum fīhi (maka silahkan Engkau menghukumi orang yang berhak dihukumi oleh-Mu). Adapun nuktah (rahasia) menyebut ‘ubūdiyah (sifat kehambaan) dalam ayat di atas adalah karena ‘ubūdiyah menjadi sebab atas al-qudrah (kekuasaan).
Sumber:
Al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur`ān li al-Imām az-Zarkasyī (2/354 - 356).
Write a comment
Posting Komentar