KAIDAH:
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىٰ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Mencegah mafsadat didahulukan dari pada mendatangkan maslahat”
Penjelasan:
Syariat datang sebagai upaya untuk mendatangkan maslahat dan mencegah mafsadat. Ketika terjadi pertentangan antara maslahat dan mafsadat, maka biasanya mencegah mafsadat lebih didahulukan; sebab syariat sangat ingin sekali mencegah mafsadat, dan sangat mementingkan larangan daripada perintah.
Landasan:
Kaidah ini didasarkan atas hadis: “Jika aku perintahkan sesuatu, maka tunaikanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang sesuatu, maka tinggalkanlah” (Muttafaq ‘Alaih).
Aplikasi:
Mencegah mafsadat didahulukan daripada mendatangkan maslahat dengan syarat tidak melahirkan mafsadat lain. Seperti:
1- Haram memperdagangkan barang haram, meskipun menguntungkan.
2- Makruh berlebihan dalam madlmadlah (berkumur) dan istinsyāq (menghirup air) bagi orang yang sedang berpuasa.
3- Disyariatkan absen dari salat berjama’ah dan Jum’at karena sakit, takut atau mengidap penyakit menular –sebagaimana dalam al-Fatāwā al-Mu`ashshalah (2/374-379).
Pengecualian:
Boleh mendahulukan mendatangkan maslahat daripada mencegah mafsadat, jika maslahatnya lebih dominan. Seperti: boleh melafalkan kalimat kekufuran, jika terpaksa dan tidak meyakininya, sebab menjaga eksistensi jiwa raga lebih besar maslahatnya dari pada sekedar melafalkan kalimat kekufuran tanpa diyakini.
Sumber:
Al-Qawā’id al-Fiqhiyah wa Tathbīqātuhā fī al-madzāhib al-Arba’ah (1/238-242).
Write a comment
Posting Komentar